Pemerintah Diminta Berhati-hati jika Tetapkan Kabut Asap Jadi Bencana Nasional
Sejumlah pihak mendesak pemerintah segera menetapkan musibah kebakaran
hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan sebagai bencana nasional.
Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan mengatakan, ada kekhawatiran bahwa
penetapan bencana nasional akan menguntungkan korporasi yang kini
ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembakaran.
"Kita harus
hati-hati. Jangan sampai kejahatan korporasi dijustifikasi, kejahatannya
terlindungi dengan titel bencana," kata Arteria, di Jakarta, Rabu
(14/10/2015).
Arteria mengatakan, peningkatan status menjadi
bencana nasional memiliki implikasi hukum. Sebab, tanggung jawab
penanggulangan bencana menjadi tugas pemerintah.
"Kalau sudah namanya bencana nasional, nanti yang ditangkap ini bilang, 'Eh sorry ini kan bencana nasional kenapa kita ditindak?'," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Komisi
II DPR telah membentuk Panitia Kerja Asap untuk menangani persoalan
kabut asap. Sementara, Komisi IV membentuk Panitia Kerja Perusakan
Lingkungan Hidup. Sejumlah anggota Dewan mendesak pembentukan Panitia
Khusus Asap untuk mensinergikan kinerja kedua panja.
Berdasarkan
data kepolisian per 12 Oktober 2015, Polri telah menerima 244 laporan
terkait tindak pidana pembakaran hutan dan lahan. Dari laporan itu, 26
masih tahap penyelidikan, 218 lainnya masuk tahap penyidikan.
Kemudian,
dari 218 penyidikan, terdapat 113 kasus perorangan dan 48 kasus
melibatkan korporasi. Selain itu, 57 kasus di antaranya telah dinyatakan
lengkap oleh pihak kejaksaan.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin
Haiti mengatakan, saat ini ada 12 perusahaan dan 209 orang yang
ditetapkan sebagai tersangka. Dari 12 perusahaan itu, beberapa
diantaranya berasal dari Malaysia, Singapura dan China.
Beberapa
waktu lalu, Komisi IV mendesak agar pemerintah menetapkan status
musibah kebakaran hutan dan lahan sebagai bencana nasional. Namun,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menilai hal itu tak perlu
dilakukan.
"Walaupun ada el nino, tapi kami tegaskan ini bukan
bencana alam. Kebakaran hutan ini disebabkan manusia," kata Direktur
Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) Rasio Ridho Sani, dalam sebuah diskusi, Sabtu (10/10/2015) lalu.
Selain
itu, ia berharap, agar aparat penegak hukum dapat satu suara dengan
Kementerian LHK dalam memberantas praktik pembakaran hutan yang
dilakukan perusahaan.
"Kami harap aparat hukum punya pandangan
yang sama untuk menganggap ini bukan sebagai bencana alam atau force
majeur, tapi man made disasster," kata Rasio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar