Rabu, 23 November 2016


MEMELIHARA ANJING, MENYENTUH DAN MENCIUMNYA - islamqa.info

Alhamdulillah.
Pertama:  Syariat yang suci telah mengharamkan memeliharat anjing. Siapa yang menentang ajaran ini (dengan memelihara anjing) maka akan dihukum dengan mengurangi kebaikannya sebanyak satu qirath atau dua qirath setiap hari. Dikecualikan dalam hal ini jika memelihara bertujuan untuk berburu, menjaga ternak dan menjaga pertanian.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
( مَنِ اتَّخَذَ كَلْباً إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ ، أوْ صَيْدٍ ، أوْ زَرْعٍ ، انْتُقِصَ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ ) رواه مسلم 1575
"Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga hewan ternak, berburu dan menjaga tanaman, maka akan dikurangi pahalanya setia hari sebanyak satu qirath." (HR. Muslim, no. 1575)
Dari Abdullah bin Umar, radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk memelihara ternak, atau berburu, maka akan dikurangi amalnya setiap hari sebanyak dua qirath." (HR. Bukhari, no. 5163, Muslim, no. 1574)
Apakah dibolehkan memelihara anjing untuk menjaga rumah?
Imam Nawawi berkata, "Diperselisihkan dalam hal memelihara anjing selain untuk tujuan yang tiga di atas, seperti untuk menjaga rumah, jalanan. Pendapat yang lebih kuat adalah dibolehkan, sebagai qiyas dari ketiga hal tersebut, karena adanya illat (alasan) yang dapat disimpulkan dalah hadits, yaitu: Kebutuhan." selesai
Syarh Muslim, 10/236.
Syekh Ibn Utsaimin rahimahullah berkata, "Dengan demikian, rumah yang terletak di tengah kota, tidak ada alasan untuk memelihara anjing untuk keamanan, maka memelihara anjing untuk tujuan tersebut dalam kondisi seperti itu diharamkan, tidak boleh, dan akan mengurangi pahala pemiliknya satu qirath atau dua qirath setiap harinya. Mereka harus mengusir anjing tersebut dan tidak boleh memeliharanya. Adapun kalau rumahnya terletak di pedalaman, sekitarnya sepi tidak ada orang bersamanya, maka ketika itu dibolehkan memelihara anjing untuk keamanan rumah dan orang yang ada di dalamnya. Menjaga penghuni rumah jelas lebih utama dibanding menjaga hewan ternak atau tanaman." Selesai ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/246.
Dalam mengkompromikan riwayat antara satu qirath dan dua qirath terdapat beberapa pendapat;
Al-Hafiz Al-Aini rahimahullah berkata,
Kemungkinan perbedaan keduanya tergantung macam anjingnya, salah satunya lebih berbahaya. Ada juga yang mengatakan bahwa dua qirath jika memeliharanya di kota dan desa, sedangkan yang satu qirath, jika memeliharanya di pedalaman. Ada juga yang mengatakan bahwa kedua riwayat tersebut disampaikan dalam dua zaman yang berbeda. Pertama disampaikan satu qirath, kemudian ancamannya ditambah, lalu disebut dua qirath.Umdatul Qari, 12/158
Kedua: Adapun ucapan penanya bahwa "Memelihara anjing adalah meyimpan najis" tidak dapat dibenarkan secara mutlak. Karena yang dikatagorikan najis adalah bukan anjingnya, tapi liurnya apabila dia minum dari sebuah wadah. Siapa yang menyentuh anjing atau disentuh anjing, maka tidak wajib baginya mensucikan dirinya, tidak dengan debu, tidak pula dengan air. Jika seekor anjing minum dari sebuah wadah, maka air di wadah tersebut harus ditumpah dan dicuci sebanyak tujuh kali, yang kedelapan dicuci dengan debu, jika dia ingin menggunakannya. Jika wadah tersebut khusus dia gunakan untuk anjing, maka tidak perlu disucikan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
 ( طُهُورُ إِنَاءِ أحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الكَلْبُ أنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ ) رواه مسلم ( 279 (
"Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu." (HR. Muslim, no. 279)
Dalam sebuah riwayat Muslim, (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda), "Jika anjing menjilati wadah, maka basuhlah sebanyak tujuh kali, dan yang kedelapan taburkan dengan tanah." (HR. Muslim, no. 280)
Syaikhul Islam rahimahullah berkata, "Adapun tentang anjing, para ulama berselisih dalam tiga pendapat;
Pertama, bahwa anjing adalah suci, termasuk liurnya. Ini adalah mazhab Malik.
Kedua, bahwa anjing adalah najis termasuk bulunya. Ini adalah mazhab Syafi'I, dan salah satu dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad.
Ketiga, bulu anjing suci, sedangkan liurnya najis. Ini adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan salah satu pendapat dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad.
Pendapat ketiga adalah pendapat yang paling benar. Maka jika bulu anjing yang lembab menempel pada baju atau tubuh seseorang, hal itu tidak membuatnya najis."
Majmu Fatawa, 21/530.
Beliau berkata di tempat lain;
"Hal demikian, karena asal pada setiap benda adalah suci, maka tidak boleh menyatakan sesuatu najis atau haram kecuali berdasarkan dalil. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
 ( وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُّرِرْتُم إِلَيْهِ ) الأنعام/119 ،
Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al-An'am: 11)
Allah juga berfirman,
"Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi." (QS. At-Taubah: 115)
Jika demikian halnya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu." (HR. Muslim, no. 279)
Dan dalam hadits lain (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda), "Jika anjing menjilati wadah." (HR. Muslim, no. 280)
Hadits-hadits tentang masalah ini seluruhnya hanya menyebutkan jilatan anjing, dan tidak menyebutkan bagian tubuh lainnya. Maka dengan demikian, penetapan (bagian lain dari tubuhnya) sebagai najis dilakukan berdasarkan qiyas (perbandingan).
Begitu juga, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi keringanan (membolehkan) memelihara anjing buruan, penjaga hewan ternak dan pertanian. Maka tentu saja siapa yang memeliharanya akan tersentuh bulunya yang lembab sebagaimana dia akan tersentuh bulu lembab keledai dan semacamnya. Maka pendapat bahwa bulu anjing termasuk najis dalam keadaan demikian, termasuk perkara memberatkan, diangkat dari umat ini." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar