Rabu, 21 Oktober 2015

hal yang membatalkan wudhu


Wudhu merupakan salah satu cara menjaga kebersihan badan dari hadats dan najis (thohaarotul badan), selain dengan mandi dan tayammum. Karena kebersihan badan merupakan salah satu syarat diterimanya ibadah yang diwajibkan oleh Allah, yaitu sholat.
Sebagaimana telah Allah sebutkan dalam Al- Qur’an surah Al- Maidah ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (6)
“Hai orang – orang yang beriman, apabila kalian hendak mendirikan sholat maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kedua kakimu sampai dua mata kaki. Dan apabila kamu dalam keadaan junub (hadats besar) maka mandilah. Dan jika kamu dalam keadaan sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air besar, atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyusahkanmu, tetapi Ia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya untukmu agar kamu bersyukur.”
Dari ayat diatas, Allah menjelaskan secara gambling tentang tata cara berwudhu -jika berhadats kecil- sebagai syarat sahnya sholat (yakni wajibnya thoharoh). Dan apabila tidak menemukan air maka digantikan dengan tayammum.
Pengertian Naaqidh Al- Wudhu
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa wudhu merupakan syarat sahnya sholat. Maka ketika seseorang kehilangan wudhu atau batal wudhunya, karena beberapa sebab, wajib baginya mengulang wudhu kembali. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah naaqidh al- wudhu.
Secara bahasa, naaqidh merupakan bentuk mashdar dari naqodho yanqudhu naqdhan yang berarti membatalkan. Menurut istilah,naaqidh adalah hilangnya keabsahan suatu hukum karena sebab – sebab tertentu. Jika disandarkan dengan kata wudhu, maka dapat diartikan dengan hilangnya keabsahan wudhu sebagai syarat sahnya sholat.[i]
Ada beberapa hal yang menjadi kesepakatan ulama fiqih dalam menentukan sebab – sebab batalnya wudhu. Namun ada juga beberapa sebab yang menjadi perbedaan dikalangan para ulama empat madzhab.
Pendapat Ulama Empat Madzhab
Ulama fiqih empat madzhab berbeda pendapat tentang sebab yang dapat membatalkan wudhu. Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa wudhu seseorang menjadi batal karena 12 sebab. Sedangkan Imam Malik hanya membaginya kedalam 3 hal besar. Berbeda dengan kedua imam diatas, Imam Syafi’I memasukkan 4 hal yang menjadi sebab batalnya wudhu. Dan Imam Ahmad membuat 8 sebab yang termasuk kedalam naaqidh al- wudhu.[ii]
Madzhab Hanafi
Imam Abu Hanifah menjelaskan ada dua belas hal yang termasuk kedalam sebab – sebab batalnya wudhu.
1. Semua yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) 
Imam empat madzhab bersepakat bahwa semua yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) adalah najis dan termasuk kedalam sebab yang membatalkan wudhu, baik yang biasa keluar seperti air seni, kotoran, angin, mani, madzi dan wadi, ataupun yang diluar kebiasaan pada umumnya seperti cacing, batu kerikil, dan darah.
Sebagaimana tertulis dalam surah Al- Maidah ayat 6 :
أو جاء أحد أحد منكم من الغائط
“atau kembali dari tempat buang air besar”
Akan tetapi, Imam Hanafi membedakan antara angin yang keluar dari dubur dengan angin yang keluar dari kemaluan. Menurut madzhab hanafi, angin yang keluar dari kemaluan tidak membatalkan wudhu. Karena hal tersebut bukan termasuk angin yang berasal dari perut sehingga tidak menjadikannya najis yang dapat membatalkan thoharoh.
2. Wanita yang melahirkan namun darah yang keluar hanya sedikit
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita yang baru melahirkan namun darah yang keluar diluar kebiasaan wanita pada umumnya, maka ia tidak dihukumi wanita dalam keadaan nifas. Dan wajib baginya wudhu.[iii]
3. Wanita yang mengalamiistihadhoh
Darah istihadhoh yang keluar dapat membatalkan wudhu. Karena itu wajib baginya berwudhu setiap kali masuk waktu masuk sholat.[iv]
4. Sesuatu yang keluar selain dari dua jalan (qubul dan dubur), seperti darah atau nanah
Madzhab Hanafi menyaratkan adanya aliran dari darah atau nanah yang mengalir dari tempat keluarnya ke badan. Sebab adanya aliran darah atau nanah dari luka yang mengalir merupakan najis dan menjadi sebab batalnya wudhu.
Apabila darah atau nanah tidak mengalir, maka bukan termasuk najis sehingga tidak membatalkan wudhu.[v]
Hal tersebut berdasarkan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Daaruquthni dalam kitabnya Nashab Ar- Royah :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar